when i was give up

title: When i was give up

cast: kwon yuri (snsd) a.s jennifer.

yoon yong jae (BAP) a.s yongjae

max changmin a.s changmin

choi jin hyuk (OC)

seo hae in (OC)

genre: sad, school life, friendship, romance.

note: cerita ini murni hasil karyaku sendiri,,, tolong hargai karya saya dengan tidak mengcopy paste atau menjiplak tanpa menyertakan nama pengarang dan tanpa seijin saya. kalian boleh menganggap ini fanfiction maupun cerpen itu terserah kalian.

typo bertebaran, left comment please…

be a good reader…

happy reading

Gadis itu duduk memeluk lututnya sendiri diatas sebuah kursi, di ruangan yang senyap dan gelap itu. Lilin berbentuk angka 18 masih menyala dengan kue tart yang menjadi tumpuan lilin itu berdiri masih berada di sana, di atas meja, di depan seorang gadis yang sedang memeluk lututnya sendiri itu.

Isakan tangis memecah keheningan malam itu, gadis itu menangis, bahunya gemetar, tangannya semakin erat memeluk lututnya. Ini sudah ke-3 kalinya terjadi di hari ulangtahunnya, hari dimana seharusnya menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi gadis itu. Namanya jennifer, dia cantik, iris matanya berwarna coklat caramel, kulitnya putih serta rambut panjang hitamnya menandakan ia terlahir dengan nyaris sempurna. Gadis itu terus terisak hingga sebuah getaran handphone memaksanya untuk beranjak dari duduknya, dan menghapus airmatanya, ia berjalan menuju arah tempat tidurnya dimana handphone nya terletak di sana.

Gataran dari ponselnya merupakan panggilan masuk dari sahabatnya, namanya yoon yongjae, pria tampan yang entah bagaimana bisa masuk dalam kehidupannya, merampas semua rasa cintanya, membuatnya harus rela menahan sakit hati sendiri, membuatnya terus-terusan meneteskan airmata, pria itu yang membuatnya seperti ini. Ia mekekan tombol untuk mengangkat panggilan dari sahabatnya itu.

‘kau di mana?’ yongjae bertanya, dengan nada terdengar khawatir ‘aku masih di rumah’ jennifer menjawab dengan lemas ‘belum berangkat?’ yongjae kembali bertanya ‘sebentar lagi, tapi aku akan telat sepertinya’ jennifer kembali menyahuti pertanyaan pria itu ‘kau selalu sama, setiap ulangtahun hae in kau selalu telat, cepatlah, kami menunggumu’ sambungan telepon terputus, tepat saat yongjae mengucapkan kalimat terakhirnya.

Jennifer menghela nafas berat, matanya beralih menatap kue tart dengan lilin yang masih menyala tersebut, perlahan senyuman miris terukir di bibir mungilnya. Ini terjadi lagi, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, semua sahabatnya melupakan hari ulangtahunnya, atau lebih tepatnya mereka tidak pernah mengetahui kapan hari ulangtahunnya, karena mereka lebih mementingkan merayakan hari ulangtahun hae in yang merupakan sahabatnya juga. Ia tak mungkin marah di hadapan hae in karena penyakit hae in yang langka itu membuat jennifer tidak bisa merayakan ulangtahunnya dengan sahabatnya. Hae in memiliki penyakit langka dimana saat ia menangis,marah atau banyak pikiran maka syaraf otaknya tidak akan bekerja dan itu berakibat fatal baginya, maka dari itu jennifer selalu berusha memberikan kebahagiaan untuk hae in dengan tidak membagi pesta ulangtahun hae in dengannya, mengingat hae in tidak suka pesta ulangtahunnya dibagi dengan oranglain dan itu sebabnya ia tak pernah memberi tahu kapan hari ulangtahunnya pada sahabat-sahabatnya.

Jennifer berjalan menuju kue itu, duduk di kursi yang baru saja ia tinggalkan, ia menyatukan kedua telapak tangannya, memejamkan matanya dan berdo’a pada tuhan agar di tahun yang akan datang ia dapat merayakan ulangthunnya bersama sahabat dan orangtuanya. Jennifer tinggal sendiri di korea, orangtuanya tinggal di inggris mengingat jennifer memang berkewarganegaraan inggris, namun ia memilih bersekolah musik di korea dan bertemu ke-4 sahabatnya, yaitu yoon yongjae,seo hae in, choi jin hyuk dan park changmin.

Jennifer menatap kotak kecil berwarna biru yang merupakan warna kesukaannya, kotak itu adalah kotak hadiah yang diberikan yongjae padanya kemarin, meskipun yongjae tidak mengetahui bahwa hari ini adalah hari ulangtahunnya namun kehadiran hadiah itu membuat hati jennifer sedikit terobati. Perlahan ia membuka kotak tersebut, dilihatnya jam tangan berwarna putih bermerek mahal terdapat di dalam kotak tersebut, senyuman indah menghiasi wajahnya, diambilnya jam tersebut dan melingkarkannya di pergelangan tangannya.

Jennifer lantas bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, karena ke-4 sahabatnya sudah menunggu, ia mengambil jaket kulit yang tergeletak di atas tempat tidurnya, kemudian mengambil ponselnya dan berangkat menggunakan mobil. Jennifer mengendarai mobilnya dengat keceptan 80 km/jam, mengingat jalanan kota seoul yang sepi ia tidak takut untuk mengendarai mobil sport merahnya itu dengan kecepatan tinggi, diliriknya sekilas jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangannya, jam menunjukkan pukul 00:30 itu berarti ia telat 30 menit untuk merayakan ulangtahun hae in. Ia tersenyum miris berharap jika posisi hae in saat ini adalah posisinya, mendapat banyak perhatian dari teman-temannya, dan selalu menjadi yang utama yang akan mereka perhatikan saat sedang dalam keadaan apapun.

Memory bersama sahabat-sahabatnya kembali terulang dalam ingatannya, saat sahabat-sahabatnya sangat memperhatikan kesehatan hae in dibandingkan dirinya, mementingkan kebahagiaan hae in daripada dirinya. Ia ingat betul disaat ia sakit dan harus berada di rumah sakit, sahabat-sahabatnya lebih mementingkan menemani hae in belanja ke mal, padahal ia benar-benar butuh sosok sahabat saat itu. Mengingat kejadian demi kejadian mengenai sahabat-sahabatnya yang terlalu peduli pada hae in membuat tetes air matanya kembali jatuh, jennifer merasa ia selalu di abaikan, ia tahu hae in membutuhkan perhatian lebih, tapi setidaknya hargai ia juga sebagai sahabat. Hae in masih memiliki orangtua yang lengkap bahkan hae in memiliki dua orang kakak, tapi jennifer, ia tinggal sendiri dan bagaimana caranya ia hidup tanpa perhatian sahabatnya?.

Jennifer menangis dalam diam, matanya merah, ia sudah terlalu lelah untuk menangis tapi ia juga tidak bisa menjadi tegar dan selalu tegar. Bunyi ponselnya membuatnya harus menghapus airmatanya dan mencoba untuk berbicara seperti tidak sedang menangis.

“ya changmin ada apa?” jennifer bertanya sembari terus fokus menyetir.
“kau baik-baik saja?” changmin bertanya balik padanya, changmin adalah satu-satunya sahabat yang sangat peduli padanya, dan perlu di ketahui sudah sering sekali changmin menyatakan cintanya pada jennifer tapi sesering itu pula jennifer menolaknya dengan halus.

“aku lebih dari baik, park changmin! Jangan khawatirkan aku” jennifer memberikan penegasan dari cara ia berbicara.

“tapi nada suaramu tidak terdengar seperti itu jennifer” pria itu selalu bisa menebak segala kebohongan yang jennifer buat, jennifer tersenyum dan menjawab.

“tapi aku tidak seburuk yang kau pikirkan changmin”

“ok, baiklah kau memang selalu keras kepla, tidak perduli pada orang yang perduli padamu, cepatlah tapi hati-hati di jalan!!” changmin memutuskan sambungan saat ia selesai berbicara. Jennifer menghela nafas, sudah sering sekali ia membuat changmin mencemaskannya. Changmin adalah satu-satunya yang tau mengenai perasaannya pada yongjae, ia juga selalu membantu jennifer dikala apapun, tapi tetap saja changmin harus lebih mementingkan hae in dibandingkan jennifer. Meskipun sudah sering sekali changmin memilih untuk memperhatikan jennifer namun wanita itu menolak, ia hanya ingin melihat hae in bahagia tanpa kurang sedikitpun, dan hasilnya seperti sekarang changmin hanya dapat memperhatikannya diam-diam. Sebenarnya Jennifer ingin sekali membalas perasaan changmin, mengingat pemuda itu sangat baik padanya, namun apa daya, iatak bias. Bahkan ia berharap orang yang dicintainya adalah changmin bukan yongjae.

Saat mobilnya sudah berhenti di depan parkiran sekolahnya, jennifer turun dari mobilnya kemudian berjalan ke taman belakang sekolahnya. Ia masih belum siap melihat kebahagiaan hae in, ia belum siap untuk menerima kenyataan bahwa cerita ini kembali terulang dengan sekenario yang sama dan pemeran yang sama, ia perlu menenangkan pikirannya dahulu sebelum bertemu mereka, ia tak ingin menangis di hadapan mereka, ia tak ingin berteriak ‘HARI INI ADALAH ULANG TAHUNKU KALIAN TIDAK TAHU? JADI BERHENTILAH LEBIH MEMENTINGKAN HAE IN’ ia tak ingin berteriak seperti itu, ia ingin menyingkirkan semua egonya, memberikan kebahagiaan penuh untuk hae in, dan mengorbankan kebahagiannya sendiri.

Ia sampai di taman belakang sekolahnya, duduk di salah satu bangku kayu di sana. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh titik yang ada di sana, saat matanya menemukan sosok pria dan wanita yang sedang duduk di bangku taman tak jauh darinya, matanya kembali panas, tenggorokannya tercekat, nafasnya memburu, dadanya sesak, ia ingin berlari dan menangis tapi ia harus kuat. Sosok itu adalah sosok hae in dan yongjae, mereka duduk di sana berdua.

“yongjae” hae in memanggil pria di sebelahnya, jennifer dapat mendengar jelas kalimat yang keluar dari mulut hae in, ia hanya berdo’a bahwa hae in tidak mengungkapkan perasaannya pada yongjae, ia kemudian menggelengkan kepalanya berusaha mengusir jauh-jauh egonya, ia tak mungkin berdo’a untuk hal-hal yang buruk kepda hae in, ‘ingat jennifer hae in adalah sahabatmu’ jennifer kembali meyakinkan dirinya.

“ya?” yongjae menoleh ke arah gadis yang memanggilnya tadi, senyuman di bibirnya nampak sangat indah di mata jennifer, jennifer memejamkan matanya erat-erat saat hae in akan melontarkan kalimat kembali.

“aku menyukaimu” DEG… jantungnya berdegup tak karuan, ini yang ia takutkan sedari dulu, ia berusaha menetralkannya dengan membuka matanya, namun yang terjadi selanjutnya adalah airmatanya yang mengalir deras tanpa bisa ia cegah, ia menangis, ia tak ingin mendengar jawaban dari yongjae.

Namun, bukannya menjawab yongjae hanya menyentuh pergelangan tangan hae in, dan di usapnya lembut, ia menatap iris mata milik hae in dalam kemudian berucap “masuklah di sini dingin, aku akan keluar sebentar” seakan tak menyangka jawaban yongjae, hae in merasa malu dan berlali masuk ke dalam sekolah.

Yongjae tersenyum, lantas diambilya ponsel dari dalam saku celananya dan menghubungi seseorang, ponsel jennifer yang berada dalam saku jaketnya tiba-tiba bergetar membuat gadis itu harus mengeluarkannya dari saku jaketnya, disana tertulis nama ‘yongjae’ ternyata yang yongjae hubungi adalah dirinya, jennifer tersenyum miris dan menekan tombol reject di sana, sedangkan matanya menangkap sosok yongjae yang terlihat gelisah, kemudian pria itu pergi dari hadapannya, menyusul hae in masuk ke dalam area sekolah tanpa menyadari ada sesosok wanita menangis karenanya.

Saat punggung yongjae sudah tidak terlihat, jennifer menggenggam tangannya sendiri, melihat sebuah benda yang melingkar di sana, kemudian ia melepaskannya, dan membuangnya ke sembarang arah ‘aku tahu, tak semestinya aku memakainya, ternyata aku benar sebenarnya itu bukan untukku, kau membelikannya untuk hae in ya kan?’ bibir mungilnya menggumamkan kata-kata.

Jennifer menghapus airmata yang membanjiri wajahnya, menatap langit dan berbicara ‘aku ingin kembali ibu’ ia memejamkan mata sejenak, kemudian berjalan memasuki area sekolah sama seperti yongjae.

jennifer berjalan gontai menuju ruang kelasnya. Tak butuh waktu lama, gadis itu sudah sampai pada kelas yang harus dia ikuti hari ini namun itu akan menjadi sangat lama untuk menunggu kelas itu di mulai, pasalnya sekarang masih pukul 01.00. Langkahnya terhenti sekejap saat melihat jin hyuk dan changmin dengan senangnya menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk hae in sedangkan yongjae nampak terduduk dan menatap mereka dengan wajahnya yang bersinar.

Gadis itu kembali mersakan sesak pada dadanya, kemudian ia memutar bola matanya mencegah agar airmatanya tidak jatuh, namun pergerakannya ditangkap oleh mata coklat tajam milik yongjae, pria itu menatapnya, merasakan ada yang aneh pada gadis itu.

Yongjae berhenti memperhatikan jennifer saat suara berat milik jin hyuk menembus gendang telinganya “yongjae hari ini adalah ulangtahun hae in, kau memberikan kado apa?” jin hyuk bertanya dengan nada yang sangat penasaran, matanya mentap fokus pada yongjae sedangkan changmin memilih untuk memperhatikan gadis yang sudah merebut hatinya, ia menatap jennifer lama melihat ada sedikit lelehan air mata yang keluar dari pelupuk mata gadis itu, namun dengan cepat gadis itu selalu menghapusnya, ia tahu apa yang di rasakan jennifer saat ini, gadis itu pasti sangat sedih, ia tahu betul tentang itu.

Sedangkan yongjae menatap jin hyuk dan hae in yang tengah menatapnya dengan tanda tanya besar dalam otak keduanya, “aku sudah memberikannya hadiah kemarin” ucapan yongjae itu lantas membuat changmin dan jin hyuk melangkahkan kaki ke arahnya, “apa hadiahnya?” changmin nampak penasaran, yongjae hanya mendekatkan wajahnya pada kedua sahabat lelakinya itu dan berkata ‘itu rahasia’ kemudian changmin dan jin hyuk mendengus kesal.

Mata yongjae beralih menatap seorang gadis yang duduk tak jauh darinya, yang kini tengah memalingkan wajahnya darinya. Gadis itu menghela nafas sebentar kemudian menatap keluar jendela melihat bintang-bintang yang masih bersinar terang, sedetik kemudian ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk, ia melihat nama sang pengirim, ternyata itu dari ibunya, ia membacanya.

‘selamat ulangtahun jennifer sayang, maaf ibu tidak di sana, tapi kau akan menerima hadiahnya besok semoga kau senang sayang, i love you’ ia memejamkan matanya, ia merindukan sosok ibunya yang tak pernah lupa akan hari ulang tahunnya, saat matanya terbuka ia melihat sosok hae in berjalan ke arahnya dengan membawa secangkir coklat panas dan sepotong kue ulangtahunnya.

“jin hyuk membuatkan ini untukku, dia belajar memasak demi membuatkanku kue ini, makanlah kurasa ini enak” hae in memberikannya pada jennifer, jennifer memandangnya sejenak, ada rasa iri menyelimuti hatinya tatkala hae in berkata bahwa jin hyuk membuatnya sendiri, ia ingin diperlakukan sama seperti hae in tapi apa daya, ia lalu berkata “tidak terimakasih aku sedang tidak lapar” tolaknya halus, “cobalah sedikit” ujar hae in lagi “tidak terima kasih” setelah mengucapkannya jennifer bergegas beranjak dari kursinya dan berjalan keluar kelas, menyisakan tatapan aneh dari sahabat-sahabatnya.

Lampu-lampu koridor sekolah memang agak gelap, tapi tak membuat gadis itu berhenti berjalan. Jennifer berjalan lemas sembari terus berusha menyeka airmata yang terus saja mengalir dari mata indahnya, jennifer berjalan menuju atap sekolah, ia menaiki tangga untuk sampai di sana. Langkahnya benar-benar pelan, sepertinya kakinya sudah tidak dapat lagi menahan tubuhnya, satu pijakan lagi untuk sampai. Saat sudah berada di atap, jennifer memejamkan matanya, menikmati hembusan angin malam yang menerpa tubuhnya, membuat sebagian rambutnya terbang di tiup angin. Jika seperti ini ia merasa sebagian dari jiwanya ikut melayang, tidak memikirkan banyak beban yang ia hadapi.

Saat jennifer membuka matanya, sosok pria tampan berdiri di hadapannya dengn wajah datar, pria itu memandangnya, namun jennifer memilih untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain dan berjalan meninggalkan pria di hadapannya tadi. Belum genap lima langkah, langkahnya terhenti oleh sebuah tangan kokoh yang menggenggam pergelangan tangannya erat.

“kita perlu bicara” nada suara yongjae terdengar dingin, jennifer masih membelakanginya belum siap untuk memandang wajah pria itu, lantas gadis tu menghela nafas, dan melepaskan genggaman tangan pria yang dicintainya itu. “tidak ada yang perlu kita bicrakan” jennifer berbicara tak kalah dingin dari nada suara yongjae “tapi kita benar-benar harus bicara” tepat saat kalimat terakhir meluncur dari mulut yongjae, pria itu sudah menarik pergelangan tangan jennifer untuk meninggalan atap sekolah.

Yongjae terus menarik lengan jennifer menuruni tangga, meskipun jennifer meronta-ronta untuk minta dilepaskan, tapi tenaga yongjae lebih kuat darinya sehingga yongjae tidak membiarkannya lepas. Saat sampai di taman belakang barulah yongjae melepaskan genggaman tangnnya dari pergelangan tangan jennifer.

Jennifer meringis pelan merasakan sakit di area pergelangan tangannya yang memerah karena perbuatan yongjae. “apakah sakit?” yongjae bertanya karena ia melihat jennifer yang masih mengusap pergelangan tangannya, jennifer lantas menatapnya dingin “apa yang ingin kau bicarakan?” ia tak menjawab pertanyaan yongjae melainkan langsung bertanya masalah apa yang ingin yongjae bicarakan dengannya.

“ada apa dengan sikapmu akhir-akhir ini?” pria itu bertanya, matanya menatap sayu gadis di hadapannya itu, sedangkan sang gadis hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain, “apa yang kau tanyakan? Kurasa aku baik-baik saja” jennfer di hadapan yongjae saat ini bukanlah jennifer yang ia kenal seperti dulu dengan suaranya yang lembut dan hangat, tawanya yang menyejukkan serta senyumnya yang menghangatkan, jennifer yang berdiri di hadapannya kini adalah jennifer dengan suara yang dingin, serta tatapan mata yang tajam.

“kumohon, kembalilah menjadi jennifer yang dulu” yongjae meraih tangan gadis itu dengan lembut, berusaha membuat es dalam diri gadis itu mencair. “aku tidak bisa yongjae, ini sudah mencapai batasku” jennifer menundukkan kepalanya tak berani menatap pria di hadapannya, matanya berkaca-kaca, ia tak ingin terlihat lemah di depan pria yang ia cintai. “kita dekat, sebelum aku mengetahui kenyataan pahit ini yongjae” jennifer melepas genggaman yongjae dari tangannya, ia menatap manik mata hitam milik sahabat di hadapannya itu “kita memang dekat sampai saat ini jennifer, kau, aku, changmin, hae in bahkan jin hyuk kita sahabat bukan” yongjae berbicara pada gadis di hadapannya, namun jennifer menggeleng lemah, airmata sudah turun indah mengaliri pipinya “orang-orang mungkin akan berpikir seperti itu yongjae. Berpikir tentang kesamaan hak dalam persahabatan, tapi aku tidak” jennifer menggantung kalimatnya seiring dengan airmata yang semakin deras keluar dari pelupuk matanya, lidahnya kelu seakan tak mampu untuk melanjutkan kalimatnya.

Yongjae mencoba memeluknya memberikan ketenangan untuk sahabatnya itu, namun jennifer menghindar perlahan gadis itu mengangkat kepalanya, mencoba membiasakan dirinya dengan situasi ini. Gadis itu memandang bulan yang tepat berada di atasnya setelah itu jennifer memandang pria di hadapannya itu dengan airmata yang masih mengalir, perlahan bibir mungil jennifer berkata “tidak sepertiku yang terlalu mencintaimu” setelah mengatakannya dengan susah payah isak tangis jennifer semakin memilukan, yongjae tidak bisa berbuat apapun, ia tercengang. Ia tak menyangka Persahabatan yang mereka jalin akan menjadi serumit ini.

“bukannya aku tidak menyukaimu jennifer, tapi ini seperti beban bagi persahabatan kita” yongjae mencoba menjelaskan, berusaha tidak membuat gadis yang mencintainya itu merasa sakit hati. Seakan tahu jawaban apa yang akan yongjae berikan, jennifer kini tersenyum miris memandang manik mata pria di hadapannya itu “hae in mencintaimu, tapi kau tak menganggapnya beban. Tapi kau menganggap perasaanku beban?” ini adalah pernyataan yang sangat menyakitkan bagi yongjae, ia tak tahu harus menjawab apa, ia bingung dengan hatinya, bukan maksudnya mengatakan bahwa rasa suka jennifer beban baginya, tapi, ia benar-benar bingung sekarang.

“kau mengerti kan jennifer, bagaimana keada…” belum sempat yongjae menyelesaikan kalimatnya, jennifer memotongnya dengan cepat “keadaan hae in? Aku mengerti tapi bisakah kalian juga memikirkan perasaanku?” jennifer masih menatap sayu isis mata yongjae. Yonggae menghela nafas berat “kami selalu menganggap kau ada jennifer, kita memiliki hak yang sama sebagai sahabat” lagi-lagi jennifer menggeleng pelan “tidak, ini tidak sama, kalian selalu mementingkan hae in, tidak denganku, saat aku sakit dimana kalian? Saat aku mengikuti kontes dimana kalian? saat aku menangis dimana kalian? saat aku gagal ujian dimana kalian? bahkan saat hari ulangtahunku dimana kalian? bersama hae in?” kekalahan muthlak berada di hadapan yongjae sekarang, ia tak mengetahui bahwa gadis yang menurutnya kuat ternyata adalah gadis yang sangat rapuh, bahkan ia tidak bisa menebakknya.

“jennifer dengar, maaf tentang itu tapi saat itu hae in benar-benar membutuhkan kami” yongjae mencoba menjelaskan “membutuhkan kalian untuk membawa barang-barang belanjaannya?” jennifer tersenyum tipis, yongjae tahu gadis ini tidak mudah untuk di tebak, gadis ini begutu banyak menanggung beban “tapi kau tahu kan tentang penyakit hae in, mau tak mau kami harus melakukannya jennifer” yongjae menatap mata sayu jennifer, ia melihat ada guratan kekecewaan di sana.

“jadi berhentilah berbicara tentang kesamaan hak yongjae, karena aku tak pernah merasakannya, aku tak pernah diperlakukan sama seperti kalian memperlakukan hae in. Kau tahu betapa inginnya aku berada di posisi hae in, menjadi seorang ratu bagi kalian. apakah kau juga tidak tahu aku menolak tawaran menjadi artis hanya karena kalian menelponku karena sesuatu terjadi pada hae in, padahal itu adalah lelucon yang hae in buat? Taukah kau berapa banyak aku menangis karena ketidak adilan ini yongjae?” jennifer kembali menangis, tapi setidaknya ia lega telah mengeluarkan semua beban dalam hatinya, jennifer terisak dalam, punggungnya bergetar, ia sudah tak peduli jika yongjae menganggapnya gadis yang lemah, ia sudah tidak perduli lagi.

“maaf, karena kau merasa seperti itu, kami tidak tahu jennifer, maafkan kami tapi kembalilah menjadi jennifer yang hangat seperti dulu” yongjae mencoba meraih tangan jennifer lagi, namun gadis itu menghindar “tidak, sudah terlambat yongjae, aku sudah menyerah sekarang, aku lelah dengan semua ini, aku lelah, aku ingin kembali ke inggris, aku ingin merayakan ulangtahunku bersama ibu, aku tak ingin lagi merayakan ulangtahun sendirian di rumah, aku tak mau lagi, aku ingin jika aku sakit ibu yang menemaniku, tidak sendiri lagi seperti saat aku di sini” isakan jennifer semakin kencang membuat dada yongjae sesak melihat gadis dihadapannya itu terus menangis.

“kau tak pernah memberi tahu kami kapan ulangtahunmu jennifer, jadi kita tidak bisa merayakannya bersama. Sekarang katakan kapan ulangtahunmu dan kami akan merayakannya jika hari itu tiba, jadi buanglah jauh-jauh keinginanmu untuk pulang ke inggris jennifer” yongjae mencoba untuk merubah keputusan jennifer, tapi lagi-lagi jennifer menggeleng lemah “tidak, kalian tidak akan bisa merayakan ulangtahunku meskipun kalian mengetahuinya” jennifer mengelak bahwa sahabatnya bisa merayakan ulangtahunnya.

“pasti akan kami lakukan jennifer, percayalah” yongjae mengangkat dagu jennifer agar gadis itu menatapnya “tetap tidak bisa yongjae, karena sekarang adalah hari ulangtahunku, bertepatan dengan hari ulangtahun hae in. Apakah kalian bisa merayakannya?” ucapan jennifer sukses membuat yongjae tercengang. Sekarang yang ada dalam pikiran yongjae adalah, bagaimana gadis dihadapannya ini bisa menahan semua kesakitan ini sendiri?.

“kalian tidak bisa kan? Aku sudah lelah selama tiga tahun aku diperlakukan seperti ini yongjae, aku sudah menyerah, aku tidak mampu lagi bertahan” jennifer berjalan meninggalkan yongjae, tapi ia bukan pergi, melainkan ia berjalan menuju sebuah benda berwarna putih yang tergeletak di tanah. Benda itu adalah jam tangan yang diberikan yongjae padanya, tapi jam tangan itu bukan miliknya, ia tahu itu.

Jennifer berjalan kembali ke arah yongjae, meraih tangan pemuda itu dan menaruh jam tangan tersebut di genggaman pria itu. “berikan itu pada hae in, bukankah seharusnya kau memberikan itu padanya? Tadinya aku ingin memakainya dan menunjukkannya padamu, tapi saat aku tahu ternyata ini bukan untukku, tahukah kau betapa sakitnya aku?” setelah mengatakannya jennifer beranjak pergi, namun langkahnya ditahan kembali oleh yongjae.

“kau tidak mengerti jennifer” ia berbicara “aku sudah cukup mengerti dengan semua ini yongjae, kembalilah haein pasti mencarimu” jennifer berusaha melepaskan genggaman tangan yongjae, tapi yongjae jauh lebih kuat darinya. “kau tidak mengerti perasaanku jennifer” ok, baik ucapan yongjae membuat emosi jennifer kembali memuncak ia menghadap ke arah yongjae dengan luapan-luapan emosi “apa maksudmu aku tidak mengerti perasaanmu?, kau yang tidak mengerti parasaanku yongjae, kau tidak mengerti seberapa besar rasa cintaku padamu, tapi kau hanya menganggapku sebagai beban, dan selalu menempel padamu, kau pikir seberapa sakitnya yang aku rasakan selama tiga tahun ini? Kau tak tahu seberapa banyak aku berkorban untuk orang-orang yang hanya menganggapku smpah? taukahkau bagaimana rasanya menahan semua ini sendiri, pernahkah kau merasakannya? Ini begitu menyakitkan yongjae” di akhir kalimatnya, nada suara jennifer melemah, hafasnya tak karuan. Yongjae hanya diam menatap jennifer yang kini sudah menunduk dengan airmata kembali mengalir deras dari matanya, ia tahu gadis di hadapannya ini begitu rapuh, tapi dia tak bisa melakukan apapun.

“berhentilah bersikap seperti ini jennifer, dan kembalilah. Kau hanya emosi, jangan ulangi hal ini” entah setan apa yang merasuki diri yongjae, tapi ia benar-benar tidak igin mengatakan kalimat tersebut, tapi kalimat itu meluncur begitu saja tanpa bisa di cegah. Ia ingin menarik kata-katanya, namun terlambat, jennifer kini sudah melepaskan genggaman tangan yongjae, gadis itu masih menangis, ia menatap yongjae kemudian berucap “maafkan aku yang terlalu mencintaimu, tapi aku tidak bisa kembali, sudah sukup untukku selama ini menahan semuanya, aku sudah menyerah, maaf, aku mencintaimu.

Jennifer berlari sekencng-kencangnya, nafasnya memburu, airmatanya terus mengalir tanpa bisa diberhentikan, tak jauh darinya berdiri sosok tampan seorang changmin yang memandangnya iba. Jennifer berlari kepelukan pemuda tersebut dan menangis dalam dekapan changmin.

Tak jauh dari posisi jennifer dan changmin berada, berdiri seorang yoon yongjae dengan airmata di pipinya, menangis merutuki dirinya sendiri yang telah berbicara seperti itu pada jennifer. Pria itu bergumam rendah “tidak, kau tidak tahu semua tentang perasaanku jennifer, kau tidak tahu seberapa sengsaranya aku melihat wanita yang aku cintai menangis seperti itu dihadapanku, kau tak tahu. Kau juga tak tahu betapa sakitnya aku melihatmu memeluk sahabatku sendiri. Tak bisakah hanya aku yang kau peluk? Apakah ini balasan untukku? Pakah ini akhir dari kisahku? Tapi satu yang benar benar tidak kau ketahui jennifer, pada kenyataannya kita sama sama terluka, aku mencintaimu jennifer”

2 respons untuk ‘when i was give up

  1. ayana006 berkata:

    Hai chingu salam kenal aku Yana.
    Cerita nya sedih banget sih.. kasian jennifer / yuri nya. Gk kebayang kalaU jadi dia. waktu sakit gk ada yg nemenin. Gk tau kenapa pas baca karakternya hae in kok malah bayangin hae in itu seohyun ya?
    cerita nya bagus. Ada sequel nya?
    Soalnya gantung ih. Nasib yuri sama yongjae gimana?

    Suka

    • imaniarsevy berkata:

      Halo…. salam kenal juga…
      Selamat berkunjung.
      Sedih ya? Hehe, waktu itu mood nya lagi pengen bikin ff sad.
      Hae in mirip seohyun ya? Eh,, iya, bisa jadi.. kekeke…

      Sequel? Lagi di pikirkan dulu ya..
      Terimakasih sudah berkunjung…

      Suka

Tinggalkan komentar